Sahabat, pernahkah ada sebersit harap di hatimu, untuk melabuhkan asa dan menyandarkan hatimu pada satu sosok? Pernahkah ada sebuah rasa yang meluap-luap bagaikan banjir bandang yang tertahan di balik wajahmu yang merona? Pernahkah ada sebuah rasa yang begitu dahsyat yang begitu sulit engkau tahan dan kemudian binar matamu tak sanggup menyembunyikan itu semua?
Pernahkah engkau rasakan demikian, sahabat? Meski kemudian engkau tahu, bahwa rasa-rasa itu adalah sesungguhnya bukan pada sosok yang layak, dan belum dihalalkan-Nya, lalu kemudian mati-matian engkau coba lenyapkan dari segala bilik memorimu? Pernahkah?
Kemudian, pada saat yang tak terduga, saat harap-harapmu itu seperti singsingan fajar yang semakin meninggi dan kemudian menjadi mentari pagi di ufuk timur yang kian mencerah, kau dihadapkan pada sesuatu yang bagimu lebih dahsyat dari hancurnya katai putih menjadi supernova. Harapan dan asa yang kau rajut tiba-tiba saja buyar seketika.
Kemudian, pada saat yang tak terduga, saat harap-harapmu itu seperti singsingan fajar yang semakin meninggi dan kemudian menjadi mentari pagi di ufuk timur yang kian mencerah, kau dihadapkan pada sesuatu yang bagimu lebih dahsyat dari hancurnya katai putih menjadi supernova. Harapan dan asa yang kau rajut tiba-tiba saja buyar seketika.
Tiba-tiba saja mentari yang baru saja menyingsing di ufuk timur, dengan segera tenggelam seketika. Kau merasa gelap. Harapanmu itu kandas seperti bergantinya mentari dengan gelapnya sang malam tanpa rembulan. Semangatmu meredup. Harapanmu lenyap. Lalu, engkau menderita sebab langit asamu tiba-tiba saja mendung dan memuntahan hujan deras.
Ah, sahabat. Kau sedang dirundung kedukaan. Tapi, engkau tak boleh lupa satu hal, bahwa CINTAMU TAK PERNAH BERTEPUK SEBELAH TANGAN! Ya, sekali lagi, cintamu tak pernah bertepuk sebelah tangan. Sungguh, tak pernah.
Sebab, mungkin saja harap-harap itu telah membuatmu lupa bahwa ada banyak lokus cinta yang ada di sekelilingmu. Cinta tulus, yang tak pernah ada pamrih sedikitpun, tercurah untukmu, di saat engkau (mungkin) mengejar cinta yang bahkan bukan selayaknya untuk kau kejar!
Cobalah kembali kita insafi sejenak. Sungguh ada banyak cinta di sekeliling kita, tulus teruntuk buat kita, yang mungkin ambang dalam hati kita sebab satu lokus harap itu sudah tersandar bulat-bulat padanya. Cinta dari sahabat-sahabat kita, saudara saudari kita. Mereka yang merengkuh pundak-pundak kita dengan hangat. Berbagi kedukaan dan berbagi canda tawa dengan kita. Adakah pantas untuk terlupakan?
Ada lagi, curahan cinta yang lebih dahsyat dari itu. Bahkan, ia pertaruhkan nyawa demi kehidupan kita. Sungguh, cinta yang takkan pernah terbalaskan oleh diri kita. Ialah cinta ibu dan ayah kita. Lalu, apakah masih ada alasan bagi kita untuk lupa dengan segenap cinta yang begitu dahsyat ini dan masih merelakan separuh hati kita, bahkan untuk seseorang yang tak layak menurut-Nya? Cobalah sejenak kembali kita selami. Bukankah beliau berdua tak pernah rela membiarkan sedikitpun ada beban penderitaan di hati kita?
Ah, sahabat. Kau sedang dirundung kedukaan. Tapi, engkau tak boleh lupa satu hal, bahwa CINTAMU TAK PERNAH BERTEPUK SEBELAH TANGAN! Ya, sekali lagi, cintamu tak pernah bertepuk sebelah tangan. Sungguh, tak pernah.
Sebab, mungkin saja harap-harap itu telah membuatmu lupa bahwa ada banyak lokus cinta yang ada di sekelilingmu. Cinta tulus, yang tak pernah ada pamrih sedikitpun, tercurah untukmu, di saat engkau (mungkin) mengejar cinta yang bahkan bukan selayaknya untuk kau kejar!
Cobalah kembali kita insafi sejenak. Sungguh ada banyak cinta di sekeliling kita, tulus teruntuk buat kita, yang mungkin ambang dalam hati kita sebab satu lokus harap itu sudah tersandar bulat-bulat padanya. Cinta dari sahabat-sahabat kita, saudara saudari kita. Mereka yang merengkuh pundak-pundak kita dengan hangat. Berbagi kedukaan dan berbagi canda tawa dengan kita. Adakah pantas untuk terlupakan?
Ada lagi, curahan cinta yang lebih dahsyat dari itu. Bahkan, ia pertaruhkan nyawa demi kehidupan kita. Sungguh, cinta yang takkan pernah terbalaskan oleh diri kita. Ialah cinta ibu dan ayah kita. Lalu, apakah masih ada alasan bagi kita untuk lupa dengan segenap cinta yang begitu dahsyat ini dan masih merelakan separuh hati kita, bahkan untuk seseorang yang tak layak menurut-Nya? Cobalah sejenak kembali kita selami. Bukankah beliau berdua tak pernah rela membiarkan sedikitpun ada beban penderitaan di hati kita?
Saat kita bahkan lebih euphoria menerima SMS dia dari pada beliau berdua? Saat sebagian alam fikir kita justru tersedot pada seseorang yang belum tentu terbaik buat diri kita, dan lupa akan segala cinta dahsyat dari ayah bunda kita? Bukankah beliau telah berkorban segalanya untuk kita? Memberikan yang terbaik untuk kita. Berbahagia dengan kebahagiaan kita, melebihi kebahagiaan diri beliau sendiri. Apakah kita lupa itu?
Ingatkah kita, ketika beliau lebih rela kekurangan, lebih rela untuk tidak enak, hanya demi diri kita agar tidak kekurangan dan merasa lebih enak? Ingkatkah kita, ketika beliau senantiasa bersusah payah, lelah dan penat tetapi tak pernah beliau keluhkan itu? Bahkan, ketika kita bertanya, “adakah engkau lelah, Bunda?” beliau masih saja menjawab “tidak, anakku” padahal tubuh itu sudah begitu gemetaran? Aaah…, sungguh, mungkin kita lupa, ketika kita mengejar cinta yang belum tentu Alloh halalkan untuk diri kita. Lupakah kita akan hal itu?
Sahabat, bersyukurlah…bahwa engkau jauh lebih beruntung dikaruniai kasih dan cinta yang tak terbatas? Kita jauh lebih beruntung dari pada segenap anak-anak lainnya yang sama sekali tak merasakan dahsyatnya cinta luar biasa ini. Anak-anak yang tak pernah merasakan betapa bersahajanya belaian seorang ibu? Lalu, masihkah kita sanggup berkata, bahwa cinta kita bertepuk sebelah tangan?
Di atas itu semua, masih lagi ada cinta yang Maha Dahsyat! Cinta Sang Maha Pemilik Cinta. Kita, yang senantiasa melakukan dosa di hadapan-Nya, tapi, Dia masih membentangkan segenap keampunan. Masih mencurahkankan segenap Rahman dan Rahim-Nya pada diri kita yang dhaif ini. Dia yang sungguh jauh lebih dekat dengan kita. Bahkan, dia itu, tentulah tak lebih bandingannya dengan sebiji dzarrah dibandingkan luasnya semesta. Bahkan ia lebih kecil dari pada itu. Lalu, adakah kita lupa akan hal ini? Ah, sungguh…cinta kita tak pernah bertepuk sebelah tangan. Tak pernah…
Sahabat...
Sahabat, bersyukurlah…bahwa engkau jauh lebih beruntung dikaruniai kasih dan cinta yang tak terbatas? Kita jauh lebih beruntung dari pada segenap anak-anak lainnya yang sama sekali tak merasakan dahsyatnya cinta luar biasa ini. Anak-anak yang tak pernah merasakan betapa bersahajanya belaian seorang ibu? Lalu, masihkah kita sanggup berkata, bahwa cinta kita bertepuk sebelah tangan?
Di atas itu semua, masih lagi ada cinta yang Maha Dahsyat! Cinta Sang Maha Pemilik Cinta. Kita, yang senantiasa melakukan dosa di hadapan-Nya, tapi, Dia masih membentangkan segenap keampunan. Masih mencurahkankan segenap Rahman dan Rahim-Nya pada diri kita yang dhaif ini. Dia yang sungguh jauh lebih dekat dengan kita. Bahkan, dia itu, tentulah tak lebih bandingannya dengan sebiji dzarrah dibandingkan luasnya semesta. Bahkan ia lebih kecil dari pada itu. Lalu, adakah kita lupa akan hal ini? Ah, sungguh…cinta kita tak pernah bertepuk sebelah tangan. Tak pernah…
Sahabat...
Sungguh, ada cinta-Nya yang Maha Indah yang lebih patut untuk kita kejar. Sungguh, dia itu bukan apa-apa. Bahkan, BELUM TENTU dia adalah sebaik-baik pilihan-Nya buat diri kita. Berhentilah melabuhkan harap pada manusia yang sama dhaifnya dengan diri kita. Berhentilah menyandarkan hati pada sosok yang belum tentu Dia ridhoi untuk membersamai kita. Sedangkan cinta-Nya dan kasih sayang-Nya, adalah sesuatu yang PASTI meliputi semua hamba-Nya, bahkan setelah kita bermaksiat sekalipun. Sungguh, ampunan-Nya lebih luas dari samudera, kendati pun dosa-dosa kita juga sebanyak air di lautan. Lalu, masihkah kita rela menukar cinta yang banyak dengan cinta yang sedikit? Tentu kita tak ingin merugi, bukan?
Sahabat, mari, kita saling mengingatkan. Mari kita mengejar cinta-Nya. Yaah, cukuplah pada-Nya saja kita labuhkan segenap harap. Dia paling tahu apa yang terbaik bagi diri kita, jauh melebihi kita. Bahkan kita tak tahu apa-apa.
Sahabat, mari, kita saling mengingatkan. Mari kita mengejar cinta-Nya. Yaah, cukuplah pada-Nya saja kita labuhkan segenap harap. Dia paling tahu apa yang terbaik bagi diri kita, jauh melebihi kita. Bahkan kita tak tahu apa-apa.
0 komentar:
Posting Komentar