Jangan sekali kali melupakan Sejarah

SUGIMAN, S.Pd.

Guru Sejarah SMA Negeri 1 Sidareja

--Selamat Datang di Web Blog JasMerah Sugiman, S.Pd. Terimakasih Atas Kunjungannya.--

Kenangan

Para siswa saat masih di SMP.

KKN-PPL SMA N 4 Purworejo

Kegiatan Clas Meeting di SMA N 4 Purworejo.

KKL Sejarah Bersama UNY 2009

Jalan-jalan di Gedung Tua Jakarta.

Hunting Tourist

Kegiatan Hunting Tourist Bersama siswa SMP di Batu Karas.

Study Tour Jakarta

Kunjungan ke Museum Lubang Buaya Jakarta.

Senin, 15 Februari 2021

Peradaban Mesir Kuno

Share:

Rabu, 13 Maret 2019

Setelah 53 tahun berlalu, Supersemar masih saja menyisakan misteri. Kesimpangsiurannya juga menimbulkan pertanyaan. Apakah Orde Baru tak sah jika Supersemar palsu?



tirto.id - ”Bagi hukum tata negara, masalah Supersemar dalam sejarah sudah tidak bisa dipersoalkan lagi. Kita harus move on untuk berdamai dengan sejarah. Kita harus bisa menerima perjalanan sejarah bangsa sebagai fakta,” kata Mahfud MD dalam Diskusi Nasional tentang Implikasi Supersemar Bagi Peradaban Indonesia di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, 23 Maret 2016.
Bisa jadi yang diucapkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu benar. Mau sampai kapan bangsa ini meributkan Supersemar? Surat sakti yang menandai pergantian rezim Sukarno ke Orde Baru itu memang mandraguna lantaran sampai saat ini belum terungkap fakta kebenarannya.
Semakin sering berusaha dikuak, persoalan Surat Perintah 11 Maret 1966 itu justru kian kompleks. Dari dua versi yang semula diperdebatkan, Supersemar sekarang sudah “beranak” lagi menjadi tiga versi, atau empat, bahkan lima? 

Ragam Versi Surat Sakti
Inti dari Supersemar adalah surat perintah dari Presiden Sukarno yang ditandatangani tanggal 11 Maret 1966. Isinya adalah instruksi presiden kepada Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu dalam pengamanan negara yang memang sedang rentan saat itu, salah satunya karena dampak peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Fakta penerapannya memang sangat fatal. Terlepas dari segala kepentingan dan “kesaksian” dari sejumlah pihak yang kemudian disangkal atau muncul “kesaksian” lainnya dan lantas berbantah klaim, Soeharto memakai Supersemar untuk “mengamankan” jalannya pemerintahan. 
Supersemar pun difungsikan sebagai surat sakti yang pada akhirnya menjadi legitimasi Soeharto untuk mengambil-alih pucuk pimpinan negara dari Sukarno. Inilah sinyal awal lahirnya Orde Baru yang lantas berkuasa hingga lebih dari tiga dekade lamanya, dan itulah kenyataan sejarah yang telah terjadi.
Yang menjadi persoalan, Supersemar tidak hanya ada satu versi saja sehingga apa yang sebenarnya diperintahkan Presiden Sukarno kepada Letjen Soeharto saat itu belum terkuak dengan pasti: apakah sekadar menjaga keamanan negara termasuk presiden dan keluarganya, atau pengalihan kekuasaan? Penafsiran dan pengaruh penguasa saat itu juga turut menentukan jalannya sejarah di negeri ini. 
Hingga 2013, setidaknya ada 4 versi Supersemar yang disimpan oleh pihak Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Keempat versi itu berasal dari tiga instansi, yakni 1 versi dari Pusat Penerangan (Puspen) TNI AD, 1 versi dari Akademi Kebangsaan, dan 2 versi dari Sekretariat Negara (Setneg). Yang menjadi pegangan selama Orde Baru adalah versi pertama dari Puspen TNI AD.
Lantas, manakah Supersemar yang asli dari keempat versi itu? Ternyata tidak ada alias palsu semua. Hal tersebut dinyatakan langsung oleh mantan Kepala ANRI, M. Asichin, saat menjadi pembicara dalam Workshop Pengujian Autentikasi Arsip di Jakarta pada 21 Mei 2013.

“Dari bantuan pemeriksaan laboratorium forensik (Labfor) Mabes Polri, semuanya dinyatakan belum ada yang orisinal, belum ada yang autentik. Jadi, dari segi historis, perlu dicari terus di mana Supersemar yang asli itu berada,” ungkap M. Asichin kala itu seperti dikutip www.menpan.go.id.

Terkait Supersemar versi Puspen TNI AD yang selama ini dijadikan pegangan Suharto, M. Asichin menegaskan itu juga tidak asli. Dengan demikian, bisa ditarik kesimpulan bahwa suksesi kekuasaan dari Sukarno ke Soeharto memang tidak terjadi seperti yang selama Orde Baru diyakinkan kepada masyarakat.
"Supersemar versi TNI AD itu sudah dibuat dengan teknologi mesin komputer. Padahal, tahun 1966 belum digunakan mesin komputer, masih menggunakan mesin ketik manual. Berarti dokumen itu palsu, dibuat setelah tahun 1970-an,” kata M. Asichin.

Keabsahan Orde Baru
Jika keempat versi Supersemar yang disimpan ANRI ternyata palsu, lantas di manakah naskah yang asli?  “Tidak ada yang tahu di mana surat asli Supersemar berada. Selain itu, banyak versi yang beredar... Teks otentik itu penting untuk kita lihat asas orisinalitasnya. Kalau tidak ada, ya seperti sekarang, debat yang tidak ada habisnya," kata sejarawan muda, Bonnie Triyana, seperti dilansir Rappler, 11 Maret 2015.
Ya, persis yang Bonnie katakan, bahkan hingga tahun 2017 ini, belum ada kejelasan ihwal Supersemar. Maka, tidak salah jika Mahfud MD meminta semua pihak untuk move on. Terlepas dari kontroversi dokumen Supersemar, ahli hukum tata negara ini berpendapat peralihan yang terjadi saat itu sah secara hukum.
"Kekuasaan Orde Baru dengan produk hukum yang lahir dari Supersemar itu sah. Jika ada yang mengatakan bahwa Orde Baru adalah rezim haram, maka segala yang kita miliki termasuk keberadaan kita juga haram," kata Mahfud MD. Ada yang bilang bahwa Supersemar adalah media untuk upaya kudeta merangkak. Bila itu yang memang terjadi, kata Mahfud, tetap saja kemunculan Orde Baru adalah sah karena telah diakui oleh dunia internasional.  "Di dalam fakta politik dan filsafat hukum tata negara, pengambilan kekuasaan yang bisa dipertahankan secara efektif dan mendapatkan pengakuan internasional menjadi sumber hukum," tandas Mahfud.


"Dulu (reformasi 1998) saya juga ikut mendemo Pak Harto karena ada kesalahan, tapi saat ini ternyata lebih salah lagi... Semua rezim memiliki kebijakan sendiri. Ada segi positif dan negatifnya," lanjut mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI ini. Jangankan Mahfud MD, sejarawan LIPI yang kerap mengkritisi Orde Baru, Anhar Gonggong, pun menilai bahwa ribut-ribut Supersemar sudah tidak relevan lagi. Hampir semua tokoh terkait telah tiada. Jika nantinya Supersemar yang asli ditemukan, siapa yang harus bertanggungjawab atas kekeliruan sejarah yang telah telanjur terjadi?  "Pak Harto sudah meninggal, Bung Karno juga sudah meninggal," ucap Anhar Gonggong dalam diskusi Peringatan 50 Tahun Supersemar di Jakarta, 13 Februari 2016.
Supersemar masih seperti lorong tanpa ujung, hanya menjadi komoditas semu yang ramai diributkan dan diperdebatkan manakala tanggal kenangan itu datang saban tahunnya, hari ini tepat 53 tahun lalu Supersemar dikenang.  Atau jangan-jangan, surat sakti itu memang tidak pernah ada? Maka, seperti kata Anhar Gonggong, “Mari kita tempatkan ini sebagai peristiwa sejarah yang biasa saja.”

=========

Catatan: Naskah ini pernah tayang pada 11 Maret 2017 di Tirto, pada edisi Mozaik 11 Maret 2019, redaksi merilis ulang dengan minor penyuntingan.

Share:

Selasa, 11 Desember 2018

Folklore

Kata folklore merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris folklore, berasal dari dua kata folk dan lore. Kata folk berarti sekelompok orang yang memiliki cirri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok kelompok social lainnya. Ciri pengenal itu antara lain: warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, dsb. Kata lore merupakan tradisio dari folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui salah satu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat. Folklore adalah bagian dari kebudayaan yang disebarkan atau diwariskan secara tradisional baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai isyarat atau alat bantu poengingat.
Sedangakn menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Folklor adalah adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun, tetapi tidak dibukukan. 

Adapun ciri-ciri folklor adalah sebagai berikut:
1.      Penyebaran dan pewarisannya ditulis secara lisan
2.      Bersifat Tradisional
3.      Bersifat Anonim
4.      Memiliki fungsi penting dalam kehidupan masyarakat. Selain sebagai hiburan,pendidikan nilai, menyampaikan proses sosial dan untuk menyampaikan keinginan  yang terpendam / wasiat.
5.      Merupakan milik bersama masyarakat pendukungnya

Menurut Jan Harold Brunvard, ahli folklor dari Amerika Serikat, folklor dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu:
1)      Folklor Lisan
Merupakan folkor yang bentuknya murni lisan, yaitu diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan secara lisan.
Folkor jenis ini terlihat pada:
a.       Bahasa rakyat adalah bahasa yang dijadikan sebagai alat komunikasi diantara rakyat dalam suatu masyarakat atau bahasa yang dijadikan sebagai sarana pergaulan dalam hidup sehari-hari. Seperti: logat,dialek, kosa kata bahasanya, julukan.
b.      Ungkapan tradisional adalah kelimat pendek yang disarikan dari pengalaman yang panjang. Peribahasa biasanya mengandung kebenaran dan kebijaksanaan. Seperti, peribahasa, pepatah.
c.       Pertanyaan tradisional (teka-teki) Menurut Alan Dundes, teka-teki adalah ungkapan lisan tradisional yang mengandung satu atau lebih unsur pelukisan, dan jawabannya harus diterka.
d.      Puisi rakyat adalah kesusastraan rakyat yang sudah memiliki bentuk tertentu. Fungsinya sebagai alat kendali sosial, untuk hiburan, untuk memulai suatu permainan, mengganggu orang lain. Seperti: pantun, syair, sajak.
e.       Cerita prosa rakyat, merupakan suatu cerita yang disampaikan secara turun temurun (dari mulut ke mulut) di dalam masyarakat.Seperti: mite, legenda, dongeng.
f.       Nyanyian rakyat, adalah sebuah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang diungkapkan melalui nyanyian atau tembang-tembang tradisional. Berfungsi rekreatif, yaitu mengusir kebosanan hidup sehari-hari maupun untuk menghindari dari kesukaran hidup sehingga dapat manjadi semacam pelipur lara. Seperti: lagu-lagu dari berbagai daerah.

2)      Folklor Sebagian Lisan
Merupakan folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial. Yang termasuk dalam folklor sebagian lisan, adalah:
      a.       Kepercayaan rakyat (takhyul), kepercayaan ini sering dianggap tidak berdasarkan logika karena           tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, menyangkut kepercayaan dan 
             praktek (kebiasaan). Diwariskan melalui media tutur kata. 
      b.      Permainan rakyat, disebarkan melalui tradisi lisan dan banyak disebarkan tanpa bantuan orang d         ewasa. Contoh: congkak, teplak, galasin, bekel, main tali,dsb.
      c.       Teater rakyat
      d.      Tari Rakyat
      e.       Pesta Rakyat
f.       Upacara Adat yang berkembang di masyarakat didasarkan oleh adanya keyakinan agama ataupun kepercayaan masyarakat setempat. Upacara adat biasanya dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih pada kekuatan-kekuatan yang dianggap memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada mereka.

3) Folklor Bukan Lisan
Merupakan folklor yang bentuknya bukan lisan tetapi cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Biasanya meninggalkan bentuk materiil(artefak). Yang termasuk dalam folklor bukan lisan:
(a)    Arsitektur rakyat (prasasti, bangunan-banguna suci)
Arsitektur merupakan sebuah seni atau ilmu merancang bangunan.
(b)   Kerajinan tangan rakyat
Awalnya dibuat hanya sekedar untuk mengisi waktu senggang dan untuk kebutuhan rumah tangga.
(c) Pakaian/perhiasan tradisional yang khas dari masing-masing daerah
(d) Obat-obatan tradisional (kunyit dan jahe sebagai obat masuk angin)
(e) Masakan dan minuman tradisional

Jenis-Jenis Folklore :
1.      Mitos Suatu hal yang dipercayai benar adanya oleh sekelompok orang dan berkembang disuatu daerah. Tokohnya bisa berupa dari dunia lain (dewa-dewi)
2.      Legenda
Prosa Rakyat yang dianggap oleh empunya cerita sebagai sesuatu yang benar adanya.
Ciri-Ciri Legenda :
a. Bersifat duniawi'
b. Ditokohi manusia
c. Milik bersama suatu komunitas tempat legenda tersebut lahir.
d. Diwariskan turun temurun
e. Sebagai pedoman hidup karena isinya ada yang bersifat baik dan buruk
    Menurut John Harold Brunvan, ada 4 Jenis Legenda :
a. Legenda Keagamaan
b. Legenda alam gaib
c. Legenda perorangan
d. Legenda Tempat

3. Dongeng
Dongeng adalah prosa rakyat yang jalan ceritanya bersifat tidak masuk akal dan kurang dapat diterima dengan nalar namun seringkali mengandung nilai moral kehidupan.

4. Nyanyian Rakyat
Nyanyian Rakyat adalah salah satu bentuk folklore yang terdiri dari teks dan lagu

5. Upacara
Sebagai sarana penghormatan terhadap nenek moyang/ tempat/ peristiwa tertentu yang terjadi di masa lalu yang dihormati dan dilestarikan hingga  kini.


Share:

Kamis, 14 Maret 2013

Alasan paus Benediktus Mengundurkan Diri

Paus Benediktus Mundur Bukan Karena Masuk Islam, Tapi Skandal Seksual

VOA-ISLAM.COM - Dunia terhentak, tiba-tiba Paus Benediktus XVI mengumumkan pengunduran diri dari takhta tertinggi Katolik Roma, secara resmi pada akhir bulan lalu (28/2/2013). Paus ke-265 ini memutuskan untuk meletakkan jabatan yang sudah diemban sejak 2005, dengan alasan usia sudah uzur. Di usianya yang mencapai 85 tahun, ia merasa sudah tidak mampu lagi menjalankan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Banyak pihak meragukan faktor usia sebagai alasan meletakkan jabatannya, karena selama ini biasanya Paus baru berhenti dari jabatannya jika sudah meninggal. Berbagai spekulasi pun muncul dari ancaman, intimidasi, skandal, hingga kepindahan agama.
Share:

Rabu, 02 Mei 2012

Hubungan Ruang Publik dengan Multikulturalisme

Ruang publik merupakan sebuah kondisi di mana warga atau masyarakat berhak menyampaikan pendapat, sikap yang bisa dilakukan tiap orang atau warga tanpa dibatasi status sosial, ekonomi, ras ataupun agama.

sedang menurut Jurgen Habermas, ruang publik merupakan ruang demikratis atau wahana diskursus masyarakat yang mana warga negara dapat menyatakan opini-opini, kepentingan dan kebutuhan mereka secara diskursif.
 Persoalan mendasar dalam multikulturalisme terletak pada sejauh mana ”multi” itu didefinisikan. Multi kulturalisme berarti sikap normatif tertentu untuk mengakui fakta keragaman dalam masyarakat. Ini merupakan definisi paling minimal karena sesudah pengakuan keragaman, setiap rezim multikulturalisme dapat menempuh jalan yang berbeda-beda bagaimana memperlakukan keragaman itu dalam struktur politik dan hukum yang baku.

Jadi hubungan antara multikulturalisme dengan ruang publik yaitu dimana ruang publik membentuk multikulturalisme. hal ini dikarenakan ruang publik adalah tempat untuk saling berinteraksi, baik antar individu, individu dengan kelompok maupun kelompook dengan kelompok. dengan adanya saling pengertian, toleransi dan sikap demokratis dalam ruang publik, menyebabkan kelompok-kelompok yang berbeda-beda menjadi saling mengenal satu sama lain dan saling berinteraksi. hal ini menyebabkan terbentuk nya pola yang selaras. hal ini terdorong oleh sikap manusia yang gregrariosness yang memiliki naluri untuk hidup bersama dengan orang lain walaupun berbeda kelompok.

Share: