Senin, 15 Februari 2021
Rabu, 13 Maret 2019
Setelah 53 tahun berlalu, Supersemar masih saja menyisakan misteri. Kesimpangsiurannya juga menimbulkan pertanyaan. Apakah Orde Baru tak sah jika Supersemar palsu?
tirto.id - ”Bagi hukum tata negara, masalah
Supersemar dalam sejarah sudah tidak bisa dipersoalkan lagi. Kita harus move
on untuk berdamai dengan sejarah. Kita
harus bisa menerima perjalanan sejarah bangsa sebagai fakta,” kata Mahfud MD
dalam Diskusi Nasional tentang Implikasi Supersemar Bagi Peradaban Indonesia di
Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, 23 Maret 2016.
Bisa jadi yang diucapkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu benar. Mau
sampai kapan bangsa ini meributkan Supersemar? Surat sakti yang menandai
pergantian rezim Sukarno ke Orde Baru itu memang mandraguna lantaran sampai
saat ini belum terungkap fakta kebenarannya.
Semakin sering berusaha dikuak, persoalan Surat Perintah 11 Maret 1966 itu
justru kian kompleks. Dari dua versi yang semula diperdebatkan, Supersemar
sekarang sudah “beranak” lagi menjadi tiga versi, atau empat, bahkan
lima?
Ragam
Versi Surat Sakti
Inti dari
Supersemar adalah surat perintah dari Presiden Sukarno yang ditandatangani
tanggal 11 Maret 1966. Isinya adalah instruksi presiden kepada Panglima Komando
Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) Letnan Jenderal Soeharto untuk
mengambil tindakan yang dianggap perlu dalam pengamanan negara yang memang
sedang rentan saat itu, salah satunya karena dampak peristiwa Gerakan 30
September 1965.
Fakta
penerapannya memang sangat fatal. Terlepas dari segala kepentingan dan
“kesaksian” dari sejumlah pihak yang kemudian disangkal atau muncul “kesaksian”
lainnya dan lantas berbantah klaim, Soeharto memakai Supersemar untuk
“mengamankan” jalannya pemerintahan.
Supersemar pun
difungsikan sebagai surat sakti yang pada akhirnya menjadi legitimasi Soeharto
untuk mengambil-alih pucuk pimpinan negara dari Sukarno. Inilah sinyal
awal lahirnya Orde Baru yang lantas berkuasa hingga lebih dari tiga dekade
lamanya, dan itulah kenyataan sejarah
yang telah terjadi.
Yang menjadi
persoalan, Supersemar tidak hanya ada satu versi saja sehingga apa yang
sebenarnya diperintahkan Presiden Sukarno kepada Letjen Soeharto saat itu belum
terkuak dengan pasti: apakah sekadar menjaga keamanan negara termasuk presiden
dan keluarganya, atau pengalihan kekuasaan? Penafsiran dan pengaruh penguasa
saat itu juga turut menentukan jalannya sejarah di negeri ini.
Hingga 2013,
setidaknya ada 4 versi Supersemar yang disimpan oleh pihak Arsip Nasional
Republik Indonesia (ANRI). Keempat versi itu berasal dari tiga instansi, yakni
1 versi dari Pusat Penerangan (Puspen) TNI AD, 1 versi dari Akademi Kebangsaan,
dan 2 versi dari Sekretariat Negara (Setneg). Yang menjadi pegangan selama Orde
Baru adalah versi pertama dari Puspen TNI AD.
Lantas, manakah
Supersemar yang asli dari keempat versi itu? Ternyata tidak ada alias palsu
semua. Hal tersebut dinyatakan langsung oleh mantan Kepala ANRI, M. Asichin, saat
menjadi pembicara dalam Workshop Pengujian Autentikasi Arsip di Jakarta pada 21
Mei 2013.
“Dari bantuan
pemeriksaan laboratorium forensik (Labfor) Mabes Polri, semuanya dinyatakan
belum ada yang orisinal, belum ada yang autentik. Jadi, dari segi historis,
perlu dicari terus di mana Supersemar yang asli itu berada,” ungkap M. Asichin
kala itu seperti
dikutip www.menpan.go.id.
Terkait Supersemar versi Puspen TNI AD yang
selama ini dijadikan pegangan Suharto, M. Asichin menegaskan itu juga tidak
asli. Dengan demikian, bisa ditarik kesimpulan bahwa suksesi kekuasaan dari
Sukarno ke Soeharto memang tidak terjadi seperti yang selama Orde Baru
diyakinkan kepada masyarakat.
"Supersemar
versi TNI AD itu sudah dibuat dengan teknologi mesin komputer. Padahal, tahun
1966 belum digunakan mesin komputer, masih menggunakan mesin ketik manual.
Berarti dokumen itu palsu, dibuat setelah tahun 1970-an,” kata M. Asichin.
Keabsahan Orde Baru
Jika
keempat versi Supersemar yang disimpan ANRI ternyata palsu, lantas di manakah
naskah yang asli? “Tidak ada yang tahu di mana surat asli Supersemar
berada. Selain itu, banyak versi yang beredar... Teks otentik itu penting untuk
kita lihat asas orisinalitasnya. Kalau tidak ada, ya seperti sekarang, debat
yang tidak ada habisnya," kata sejarawan muda, Bonnie Triyana, seperti
dilansir Rappler, 11 Maret 2015.
Ya,
persis yang Bonnie katakan, bahkan hingga tahun 2017 ini, belum ada kejelasan
ihwal Supersemar. Maka, tidak salah jika Mahfud MD meminta semua pihak
untuk move
on. Terlepas dari kontroversi dokumen Supersemar, ahli hukum tata negara
ini berpendapat peralihan yang terjadi saat itu sah secara hukum.
"Kekuasaan
Orde Baru dengan produk hukum yang lahir dari Supersemar itu sah. Jika ada yang
mengatakan bahwa Orde Baru adalah rezim haram, maka segala yang kita miliki
termasuk keberadaan kita juga haram," kata Mahfud MD. Ada yang bilang
bahwa Supersemar adalah media untuk upaya kudeta merangkak. Bila itu yang
memang terjadi, kata Mahfud, tetap saja kemunculan Orde Baru adalah sah karena
telah diakui oleh dunia internasional. "Di dalam fakta politik dan
filsafat hukum tata negara, pengambilan kekuasaan yang bisa dipertahankan
secara efektif dan mendapatkan pengakuan internasional menjadi sumber
hukum," tandas Mahfud.
"Dulu (reformasi 1998) saya juga ikut mendemo Pak Harto
karena ada kesalahan, tapi saat ini ternyata lebih salah lagi... Semua rezim
memiliki kebijakan sendiri. Ada segi positif dan negatifnya," lanjut
mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI ini. Jangankan Mahfud MD, sejarawan LIPI yang kerap
mengkritisi Orde Baru, Anhar Gonggong, pun menilai bahwa ribut-ribut Supersemar
sudah tidak relevan lagi. Hampir semua tokoh terkait telah tiada. Jika nantinya
Supersemar yang asli ditemukan, siapa yang harus bertanggungjawab atas
kekeliruan sejarah yang telah telanjur terjadi? "Pak Harto sudah meninggal, Bung Karno juga sudah
meninggal," ucap Anhar Gonggong dalam diskusi Peringatan 50 Tahun
Supersemar di Jakarta, 13 Februari 2016.
Supersemar masih seperti lorong tanpa ujung, hanya menjadi
komoditas semu yang ramai diributkan dan diperdebatkan manakala tanggal
kenangan itu datang saban tahunnya, hari ini tepat 53 tahun lalu Supersemar dikenang. Atau jangan-jangan, surat sakti itu memang tidak
pernah ada? Maka, seperti kata Anhar Gonggong, “Mari kita tempatkan ini sebagai
peristiwa sejarah yang biasa saja.”
=========
Catatan: Naskah ini pernah tayang pada 11 Maret 2017 di Tirto, pada edisi Mozaik 11 Maret 2019, redaksi merilis ulang dengan minor penyuntingan.
Catatan: Naskah ini pernah tayang pada 11 Maret 2017 di Tirto, pada edisi Mozaik 11 Maret 2019, redaksi merilis ulang dengan minor penyuntingan.
Selasa, 11 Desember 2018
Folklore
Kata folklore merupakan pengindonesiaan dari bahasa
Inggris folklore, berasal dari dua kata folk dan lore. Kata folk berarti
sekelompok orang yang memiliki cirri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan
sehingga dapat dibedakan dari kelompok kelompok social lainnya. Ciri pengenal
itu antara lain: warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, dsb. Kata lore merupakan
tradisio dari folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara lisan
atau melalui salah satu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat
bantu pengingat. Folklore adalah bagian dari kebudayaan yang disebarkan atau diwariskan secara
tradisional baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai isyarat atau
alat bantu poengingat.
Adapun ciri-ciri
folklor adalah sebagai berikut:
1. Penyebaran dan pewarisannya ditulis secara lisan
2. Bersifat Tradisional
3. Bersifat Anonim
4. Memiliki fungsi penting dalam kehidupan masyarakat. Selain sebagai
hiburan,pendidikan nilai, menyampaikan proses sosial dan untuk menyampaikan
keinginan yang terpendam / wasiat.
5. Merupakan milik bersama masyarakat pendukungnya
Menurut Jan Harold
Brunvard, ahli folklor dari Amerika Serikat, folklor dapat digolongkan ke dalam
tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu:
1) Folklor Lisan
Merupakan folkor yang
bentuknya murni lisan, yaitu diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan secara
lisan.
Folkor jenis ini
terlihat pada:
a. Bahasa rakyat adalah bahasa yang dijadikan sebagai alat komunikasi diantara
rakyat dalam suatu masyarakat atau bahasa yang dijadikan sebagai sarana
pergaulan dalam hidup sehari-hari. Seperti: logat,dialek, kosa kata bahasanya,
julukan.
b. Ungkapan tradisional adalah kelimat pendek yang disarikan dari pengalaman
yang panjang. Peribahasa biasanya mengandung kebenaran dan kebijaksanaan.
Seperti, peribahasa, pepatah.
c. Pertanyaan tradisional (teka-teki) Menurut
Alan Dundes, teka-teki adalah ungkapan lisan tradisional yang mengandung satu
atau lebih unsur pelukisan, dan jawabannya harus diterka.
d. Puisi rakyat adalah kesusastraan rakyat yang sudah memiliki bentuk
tertentu. Fungsinya sebagai alat kendali sosial, untuk hiburan, untuk memulai
suatu permainan, mengganggu orang lain. Seperti: pantun, syair, sajak.
e. Cerita prosa rakyat, merupakan suatu cerita yang disampaikan secara turun
temurun (dari mulut ke mulut) di dalam masyarakat.Seperti: mite, legenda, dongeng.
f. Nyanyian rakyat, adalah sebuah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang
diungkapkan melalui nyanyian atau tembang-tembang tradisional. Berfungsi
rekreatif, yaitu mengusir kebosanan hidup sehari-hari maupun untuk menghindari
dari kesukaran hidup sehingga dapat manjadi semacam pelipur lara. Seperti:
lagu-lagu dari berbagai daerah.
2) Folklor Sebagian Lisan
Merupakan folklor yang
bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Folklor ini dikenal
juga sebagai fakta sosial. Yang termasuk dalam folklor sebagian lisan, adalah:
a. Kepercayaan rakyat (takhyul), kepercayaan ini sering dianggap tidak
berdasarkan logika karena tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah,
menyangkut kepercayaan dan
praktek (kebiasaan). Diwariskan melalui media tutur kata.
b. Permainan rakyat, disebarkan melalui tradisi lisan dan banyak disebarkan
tanpa bantuan orang d ewasa. Contoh: congkak, teplak, galasin, bekel, main
tali,dsb.
c. Teater rakyat
d. Tari Rakyat
e. Pesta Rakyat
f. Upacara Adat yang berkembang di masyarakat didasarkan oleh adanya keyakinan
agama ataupun kepercayaan masyarakat setempat. Upacara adat biasanya dilakukan
sebagai ungkapan rasa terima kasih pada kekuatan-kekuatan yang dianggap
memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada mereka.
3) Folklor Bukan Lisan
Merupakan folklor yang
bentuknya bukan lisan tetapi cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Biasanya
meninggalkan bentuk materiil(artefak). Yang termasuk dalam folklor bukan lisan:
(a) Arsitektur rakyat (prasasti, bangunan-banguna suci)
Arsitektur merupakan
sebuah seni atau ilmu merancang bangunan.
(b) Kerajinan tangan rakyat
Awalnya dibuat hanya
sekedar untuk mengisi waktu senggang dan untuk kebutuhan rumah tangga.
(c) Pakaian/perhiasan
tradisional yang khas dari masing-masing daerah
(d) Obat-obatan
tradisional (kunyit dan jahe sebagai obat masuk angin)
(e) Masakan dan minuman
tradisional
Jenis-Jenis Folklore :
1. Mitos Suatu hal yang dipercayai benar adanya oleh sekelompok orang dan
berkembang disuatu daerah. Tokohnya bisa berupa dari dunia lain (dewa-dewi)
2. Legenda
Prosa Rakyat yang dianggap oleh
empunya cerita sebagai sesuatu yang benar adanya.
Ciri-Ciri Legenda :
a. Bersifat duniawi'
b. Ditokohi manusia
c. Milik bersama suatu komunitas tempat legenda
tersebut lahir.
d. Diwariskan turun temurun
e. Sebagai pedoman hidup karena isinya ada yang
bersifat baik dan buruk
Menurut John Harold Brunvan, ada 4 Jenis
Legenda :
a. Legenda Keagamaan
b. Legenda alam gaib
c. Legenda perorangan
d. Legenda Tempat
3.
Dongeng
Dongeng
adalah prosa rakyat yang jalan ceritanya bersifat tidak masuk akal dan kurang
dapat diterima dengan nalar namun seringkali mengandung nilai moral kehidupan.
4.
Nyanyian Rakyat
Nyanyian
Rakyat adalah salah satu bentuk folklore yang terdiri dari teks dan lagu
5.
Upacara
Sebagai
sarana penghormatan terhadap nenek moyang/ tempat/ peristiwa tertentu yang
terjadi di masa lalu yang dihormati dan dilestarikan hingga kini.
Kamis, 14 Maret 2013
Alasan paus Benediktus Mengundurkan Diri
Paus Benediktus Mundur Bukan Karena Masuk Islam, Tapi Skandal Seksual
VOA-ISLAM.COM - Dunia
terhentak, tiba-tiba Paus Benediktus XVI mengumumkan pengunduran diri
dari takhta tertinggi Katolik Roma, secara resmi pada akhir bulan lalu
(28/2/2013). Paus ke-265 ini memutuskan untuk meletakkan jabatan yang
sudah diemban sejak 2005, dengan alasan usia sudah uzur. Di usianya yang
mencapai 85 tahun, ia merasa sudah tidak mampu lagi menjalankan tugas
yang dipercayakan kepadanya.
Banyak pihak meragukan faktor usia
sebagai alasan meletakkan jabatannya, karena selama ini biasanya Paus
baru berhenti dari jabatannya jika sudah meninggal. Berbagai spekulasi
pun muncul dari ancaman, intimidasi, skandal, hingga kepindahan agama.
Rabu, 02 Mei 2012
Hubungan Ruang Publik dengan Multikulturalisme
Ruang publik merupakan sebuah kondisi di mana warga atau masyarakat berhak menyampaikan pendapat, sikap yang bisa dilakukan tiap orang atau warga tanpa dibatasi status sosial, ekonomi, ras ataupun agama.
sedang menurut Jurgen Habermas, ruang publik merupakan ruang demikratis atau wahana diskursus masyarakat yang mana warga negara dapat menyatakan opini-opini, kepentingan dan kebutuhan mereka secara diskursif.
Persoalan mendasar dalam multikulturalisme terletak pada sejauh mana ”multi” itu didefinisikan. Multi kulturalisme berarti sikap normatif tertentu untuk mengakui fakta keragaman dalam masyarakat. Ini merupakan definisi paling minimal karena sesudah pengakuan keragaman, setiap rezim multikulturalisme dapat menempuh jalan yang berbeda-beda bagaimana memperlakukan keragaman itu dalam struktur politik dan hukum yang baku.
Jadi hubungan antara multikulturalisme dengan ruang publik yaitu dimana ruang publik membentuk multikulturalisme. hal ini dikarenakan ruang publik adalah tempat untuk saling berinteraksi, baik antar individu, individu dengan kelompok maupun kelompook dengan kelompok. dengan adanya saling pengertian, toleransi dan sikap demokratis dalam ruang publik, menyebabkan kelompok-kelompok yang berbeda-beda menjadi saling mengenal satu sama lain dan saling berinteraksi. hal ini menyebabkan terbentuk nya pola yang selaras. hal ini terdorong oleh sikap manusia yang gregrariosness yang memiliki naluri untuk hidup bersama dengan orang lain walaupun berbeda kelompok.
sedang menurut Jurgen Habermas, ruang publik merupakan ruang demikratis atau wahana diskursus masyarakat yang mana warga negara dapat menyatakan opini-opini, kepentingan dan kebutuhan mereka secara diskursif.
Persoalan mendasar dalam multikulturalisme terletak pada sejauh mana ”multi” itu didefinisikan. Multi kulturalisme berarti sikap normatif tertentu untuk mengakui fakta keragaman dalam masyarakat. Ini merupakan definisi paling minimal karena sesudah pengakuan keragaman, setiap rezim multikulturalisme dapat menempuh jalan yang berbeda-beda bagaimana memperlakukan keragaman itu dalam struktur politik dan hukum yang baku.
Jadi hubungan antara multikulturalisme dengan ruang publik yaitu dimana ruang publik membentuk multikulturalisme. hal ini dikarenakan ruang publik adalah tempat untuk saling berinteraksi, baik antar individu, individu dengan kelompok maupun kelompook dengan kelompok. dengan adanya saling pengertian, toleransi dan sikap demokratis dalam ruang publik, menyebabkan kelompok-kelompok yang berbeda-beda menjadi saling mengenal satu sama lain dan saling berinteraksi. hal ini menyebabkan terbentuk nya pola yang selaras. hal ini terdorong oleh sikap manusia yang gregrariosness yang memiliki naluri untuk hidup bersama dengan orang lain walaupun berbeda kelompok.